Senin, 16 Januari 2017

KEBIJAKAN MONETER






BAB I

PEMBAHASAN

 

      A. SejarahKebijakan Moneter

Sistem moneter sepanjang zaman telah mengalami banyak perkembangan, sistem keuangan inilah yang paling banyak di lakukan studi empiris maupun historis bila di bandingkan dengan disiplin ilmu ekonomi lainnya.sistem keuangan pada zaman Rosulullah di gunakan bimatalic standard yaitu emas dan perak (dirham dan dinar) karena keduanya merupakan alat pembayaran yang sah dan beredar di masyarakat. Nilai tukar emas dan perak pada masa Rosulallah ini relative stabil dengan nilai kurs dirham-dinar 1:10, namun demikian, setabilitas nilai kurs pernah mengalami gangguan karena adanya disequilibrium antara supply dan demand. Misalkan pada masa bani umayyah (41/662-132/750) rasio kurs antara dinar-dirham 1:12, sedangkan pada masa abbasiyah (132/750-656/1258) berada pada kisaran 1:15.

Pada masa yang lain nilai tukar dirham-dinar mengalami fluktuasi dengan nilai oaling rendah pada level 1:35-1:50. Instabilitas dalam nilai tukar yang ini akan mengakibatkan terjadinya bad coins out of circulations atau kualitas buruk akan menggantikan uang kualitas baik, dalam literature konvensional peristiwa ini di sebut hukum Gresham. Seperi yang pernah terjadi pada masa pemerintahan bany mamluk (1263-1328), dimana mata uang yang beredar tersebut dari fulus (tembaga) mendesak keberadaan uang  logam emas dan perak . oleh ibnu taimiyah di katakana bahwa uang dengan kualitas rendah akan menendang keluar uang kualitas baik.

Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali evolusi yaitu:

a.       The gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang aktif dalam peredaran

b.      The gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar.

c.       The gold exchange standard (bretton woods system): di mana otoritas moneter menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di back-up secara penuh oleh cadangan emas yang di miliki. Dengan perkembangan sistem keuangan yang demikian pesat telah memunculkan uang fiducier (kredit money) yaitu uang yang keberadaannya tidak diback-up oleh emas dan perak[1]

 

1. Kebijakan Moneter Konvensional

            Kestabilan moneter negara sedang berkembang adalah suatu kondisi yang memperlihatkan jumlah uang yang beredar mencukupi untuk mendukung seluruh transaksi dalam perekonomian. Dalam kondisi tersebut, jumlah uang yang beredar tidak berlebih ataupun kurang. Bilamana terjadi kekurangan atau kelebihan uang maka pemerintah harus mengambil suatu tindakan atau kebijakan sehingga jumlah uang yang beredar kembali stabil.

            Kebijakan moneter adalah tindakan penguasa moneter (biasanya bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Perubahan jumlah uang yang beredar itu pada akhirnya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat.

            Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai kestabilan ekonomi yang diwujudkan dalam kestabilan harga-harga barang sehingga iklim berusaha terkondisi sedemikian rupa dan pada gilirannya tercapai peningkatan kegairahan berusaha.



Tujuan kebijakan moneter meliputi:

a). Stabilitas ekonomi

Suatu keadaan dimana pertumbuhan ekonomi berlangsung secara terkendali dan berkelanjutan. Artinya, pertumbuhan arus barang dan jasa dan arus uang berjalan seimbang.

b). Kesempatan kerja

Kesempatan kerja akan meningkat apabila produksi meningkat. Peningkatan produksi biasanya diikuti dengan perbaikan nasib para karyawan ditinjau dari segi upah maupun keselamatan kerja, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran para keryawan.

c). Kestabilan Harga dari waktu ke waktu

Harga yang stabil menyebabkan masyarakat percaya bahwa membeli barang pada tingkat harga yang akan datang.

d). Neraca Pembayaran Internasional

Neraca pembayaran dikatakan seimbang apabila jumlah nilai barang yang diekspor sama dengan nilai barang yang diimpor.

Misalnya: pemerintah melakukan devaluasi (penurunan nilai uang dalam negeri) terhadap uang luar negeri

Macam-Macam Instrumen Kebijakan Moneter

1.Rediscount policy; Jika bank sentral menaikkan discount-rate, maka jumlah uang beredar berkurang.

2. Open market operation; Jika menghendaki menurunnya jumlah uang beredar, pemerintah harus menjual obligasi (open market selling)

3. Manipulasi legal reserve ratio (nisbah antara uang tunai dan kewajiban giral bank komersial); Jika menghendaki berkurangnya jumlah uang beredar, legal reserve ratio harus dinaikkan (disebut tight money policy)

4. Selective credit control; Bank sentral dapat melakukan moral suation dengan mempengaruhi kebijakan bank-bank komersial dalam perkreditan.

2. Kebijakan Moneter Dalam Islam

            Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidakberbeda dengan tujuan kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal ini disebutkan AL Qur’an dalam Al- Quran " ....Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. …”

            Mengenai stabilitas  nilai uang  juga ditegaskan oleh M. Umar Chapra (Al Quran Menuju Sistem Moneter yang Adil), kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam adalah  stok uang, sasarannya haruslah  menjamin bahwa pengembangan moneteryang tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan Sosial Umum.    

            Pelaksanaan kebijakan moneter (operasi moneter) yang dilakukan otoritas moneter sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai tujuan kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan target yang akan dicapai dan dengan instrumen apa target tersebut akan dicapai.

Beberapa mazhab instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, antara lain :

1. Mazhab pertama (Iqtishaduna)

            Pada masa awal islam tidak diperlukan suatu kebijakan moneter karena system perbankan hampir tidak ada dan penggunaan uang sangat minim. Jadi, tidak ada alasan yang memadai untukmelakukan perubahan-perubahan terhadap penawaran akan uang melalui diskresioner. Tambahan pula, kredit tidak memiliki peran dalam penciptaan uang karena kredit hanya digunakan diantara para pedagang. Selain itu, peraturan pemerintah tentang surat peminjaman (promissorynotes) dan instrument negosiasi (negotiable instruments) dirancang sedemikin sehingga tidak memungkinkan penciptaan uang. Promissory notes atau bill exchange dapat diterbitkan untuk membeli barang dan jasa atau mendapatkan sejumlah dana segar, namun tidak dapat dimanfaatkan untuk tujuan kredit. Aturan-aturan tersebut mempengaruhi keseimbangan antara pasar barang dan pasar uang berdasarkan transaksi tunai. Dalam nasi’a atau aturan transaksi lainnya, uang yang dibayarkan atau diterima bertujuan mendapatkan komoditas atau jasa. Instrument lain yang pada saat ini digunakan untukmengatur jumlah peredaran uang serta mengatur tingkat suku bunga jangka pendek adalah OMO (jual-beli surat berharga pemerintah) yang belum dikenal pada masa awal pemerintahan islam. Selain itu, tindakan menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga bertentangan dengan ajaran islam yang melarang praktek riba.

2. Mazhab Kedua (Mainstream)

            Tujuan kebijakan moneter pemerintah adalah maksimisasi alokasi sumber daya untuk kegiatan ekonomi produktif. Alquran melarang praktek penumpukan uang (money hoarding) karena membuat uang tersebut tidak memberikan manfaat terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, mazhab ini merancang sebuah instrument kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar kecilnya permintaan akan uang (MD) agar dapat dialikasikan pada peningkatan produktivitas perekonomian secara keseluruhan. Permintaan dalam islam dikelompokkan dalam dua motif yaitu motif transaksi (transaction motive) dan motif berjaga-jaga (precautionary motive). Semakin banyak uang yang menganggur (iddle) berarti permintaan akan uang untuk berjaga-jaga (MDprec) semakin besar, sedangkan semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap uang yang menganggur berbanding terbalik dengan permintaaan akan uang untuk berjaga-jaga. Dues of iddle fundadalah instrument kebijakan yang dikenakan pada semua asset produktif yang menganggur.

3. Mazhab ketiga (alternative)

            System kebijakan moneter yang dianjurkan oleh mazhab ini adalah syuratiq process yaitu kebijakanyang diambil berdasarkan musyawarah bersama otoritas sector riil. Menurut pemikiran mazhab ini, kebijakan moneter adalahrepeated games in gametheory. Dalam hal ini, bentuk kurva penawaran danpermintaan akan uang mirip tambang yang melilit dengan kemiringan (slope) positif akibatknowledge induced processIdaninformant sharingyang baik. Menurut mazhab ini, keseimbangan di sector moneter adalah derivasi keseimbangan di sector riil,sedangkan kebijakan sector moneter adalah harmonisasi dengan kebijakan sector riil.

            B. Manajemen Moneter Islam dan Konvensional

1. Secara Islam

            Dasar pemikiran dari manajement moneter dalam konsep islam adalah, terciptanya stabilitas permintaan uang dan mengarahkan permintaan uang tersebut. Kepada tujuan yang penting dan produktif, sehinga setiap instrument yang akan mengarahkan kepada instabilitas dan pengalokasian sumber data yang tidak produktif akan ditinggalkan. Dalam teori keynes telah dikenal bahwa adanya permintaan spekulatifan uang pada dasarnya di pengaruhi oleh keberadaan suku bunga( the teoryof liquidity preference). Pergerakan suku bunga merupakan refleksi pergerakan permitaan uang secar spekulatif. semakin tinggi  permintaan uang untuk spekulatif, maka semakin rendah tingkat bunga yang berlaku di pasar. Begitu juga sebaliknya, apabila permintaan unag spekulatif menurun, maka tingkat suku bunga akan relatif meningkat. Penghapusan suku bunga dan adanya kewajiban pembayaran pajak atas biaya yang produktif yang menganggur dalam manajemen moneter islam ini akan menghilangkan insantif orang untuk memegang uang yang menganggur  (idle fund) sehingga mendorong orng untuk melakukan;

- Qard (meminjam uang kepada orang lain)

- Penjualan muajjal

- Mudharabah

            Para pemilik dana akan menginfestasikan dananya pada kegiatan yang memberiakan keuntungan aktual yang tebesar,jadi semakin tinggi permintaan uang untuk investasi di sektor riil atau kebutuhan akan persediaan dana untuk investasi semakin besar, maka tingkat keuntugan harapan yang akan diberikan akan relatif menurun. Karena besarnya tingkat actual return ini tidak berflukstuasi seperti halnya suku bunga maka akan menjadikan permintaan uang akan lebih stabil. Penggunaan bunga sebagai opportunity cost tidak memberikan jaminan terhadap penggunaan dana yang tersedia. Dalam kata lain,tidak ada mekanisme kontrol dari suku bunga dalam mengalokasikan untuk apa dana pinjaman tersebut digunakan. Di satu sisi, bunga merupakan biaya modal (cost of capital) yang sudah pasti harus dibayar di masa yang akan datang. Peristiwa ini menjadikan para peminjam dana berusaha untuk mendapatkan nilai tambah dana tersebut, guna menutupi biaya bunga. Jika tidak ada mekanisme kontrol disertai dengan rentannya fluktuasi suku bunga, maka memungkinkan dana akan dialokasikan untuk usaha-usaha yang tidak bersinggungan dengan sektor riil. Karena dasar pengambilan keputusan mereka bukanlah nilai tambah di sektor riil, akan tetapi nilai tambah akan uang yang bisa didapatkan dari dunia maya dan bukaannya sektor riil. Perilaku ini akan mengurangi sumber dana pinjaman diinvestasikan di sektor riil.

            Dalam strategi manajement moneter islam, ketika ada penurunan actual return dari investasi sektor riil (kondisi ekonomi sedang lesu), maka hal ini akan direspon oleh para pemegang dana untuk mengurangi investasinya dan cendrung lebih senang memegang uang kas riil. Dan apabila itu terjadi, kebijakan yang akan ditempuh pemerintah adalah meningkatkan biaya atas aset atau dana yang tidak digunakan (dues of idle fund). Kebijakan ini akan memposisikan pemilik dana menaggung sejumlah biaya dari penggangguran uang. Akibatnya mereka akan menginvestasikan  uangnya dan menurunkan permintaan uang kas riil.

Strategi dasar dalam manajement moneter islam menurut mazhab kedua yaitu;

            - Tidak adanya suku bunga sebagai biaya dari modal (cost of capital) dan dikenakannya pajak bagi aset produktif yang di biarkan menganggur atu tidak digunakan (dues on idle fund).

            - Adanya mekanisme sistem bagi hasil dalam transaksi syirkah, akan memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk secara bersama-sama ikut serta dalam prekonomian.

            - Terciptanya kepastian berusaha yang didukung dengan tidak adanya suku bunga yang ditentukan dimuka dalam transaksi dalam minjam meminjam sedangkan satu-satunya perhitungan biaya dana pinjam yang ditentukan dimuka adalah perhitungan resiko bagi hasil.

Strategi dasar dalam manajement moneter islam menurut mazhab ketiga yaitu:

            - Bahwa pewaran uang (MS) mengikuti besarnya permintaan uang (MD), atau dengan kata lain keseimbangan MS=MD selalu terjaga.

            - Bahwa penentuan besarnya MS yang merepukan refleksi dari MD ditentukan mulai shuratic process (proses musyawarah) yang melibatkan para pelaku ekonomi disektoril shuratic process akanefektif bila masyarakat mempunyai pengetahuan data.

2. Secara Konvensional

            Adanya ketidakteraturan dan hubungan antar veriabel dalam perekonomian sering kali menjadikan kita sulit untuk mengidentifikasi alur suatu kebijakan moneter mencapai tujuannya.

Ada 2 paradigma dalam memahami mekanisme transmisi moneter:

a). Uang pasif

            paradigma uang pasif percaya bahwa kesenjangan output merupakan kausal utama dalam mekanisme transmisi.

            Dalam paradigma ini suku bunga jangka panjang, pendek dan nilai tukar dijadikan sebagai sasaran antara (intermediasi objektive) yang pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan besaran pemerintahan, kesenjangan output dan ekspetasi inflasi.

            Dalam paradigma uang pasif ini uang dinyatakan sebagai variable endogen yang mana otoritas moneter tidak mempunyai kemampuan secara penuh untuk mengatur jumlah uang beredar.

Asumsi yang digunakan dalam endogenous konvensional:

            · Jumlah uang yang beredar adalah dependent terhadap tingkat suku bunga. Uang adalah variable endogen.

            · Instrumen moneter yang dijadikan sasaran operasional bank sentral bukanlah jumlah uang beredar melainkan suku bunga.

            Sasaran yang ingin dicapai dalam paradigma ini adalah tercapainya target inflasi yang telah ditetapkan sebelumnya (price of targeting) dengan menggunakan sasaran suku bunga jangka pendek sebagai instrument moneternya.

b). Uang aktif

            Paradigma uang aktif percaya bahwa likuiditas merupakan kausal utama dalam mekanisme transmisi moneter. Suku bunga dianggap sebagai mekanisme moneter. Jumlah uang beredar merupakan sarana yang aktif dijadikan oleh pemerintah sebagai instrumen moneter dalam mengendalikan tingkat inflasi.

            Sasaran pokok yang ingin dicapai dari kebijakan dengan paradigma ini adalah terkendalinya tingkat inflasi dengan menggunakan besaran moneter (jumlah uang beredar) sebagai sasaran operasionalnya

            C. Teori Permintaan Uang Dalam Islam dan Konvensional

            Teori permintaan uang pada hakikatnya merupakan teori tentang alokasi sumber-sumber ekonomi yang sifatnya terbatas.

 

 

 

1. Teori permintaan uang konvensional

            Dalam teori permintaan uang konvensional, suku bunga merupakan biaya yang digunakan untuk menjelaskam prilaku individu dalam mengelola uang kas riilnya.

a. Teori permintaan uang Klasik

            Teori permintaan klasik, tercermin dalam teori kuantitas uang. Padanya teori ini digunakan untuk menerangkan peranan sederhana uang dalam perekonomian. Teori permintaan uang klasik tercermin dalam teori kuantitas uang (MV = PT). Keberadaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga, tetapi ditentukan oleh kecepatan perputaran uang tersebut.

b. Teori permintaan uang Keynes

            Meskipun bisa dikatakan bahwa teori uang Keynes adalah teori yang bersumber dari teori Cambridge, tetapi Keynes mengemukakan sesuatu yang berbeda dengan teori moneter tradisi klasik. Pada hakekatnya perbedaan ini terletak pada penekanan pada fungsi uang yang lain, yaitu sebagai store of value dan bukan hanya sebagai means of exchange.Teori ini kemudian dikenal dengan nama teori Liquidity Preference.

Menurut Keynes, motif seseorang untuk memegang uang ada tiga tujuan yaitu: Transaction motive, Precautionary motive (keperluan berjaga-jaga) dan Speculative motive. Motif transaksi dan berjagajaga ditentukan oleh tingkat pendapatan, sedangkan motif spekulasi ditentukan oleh tingkat suku bunga.

Keynes mengatakan untuk transaksi dan berjaga-jaga permintaan uang merupakan fungsi dari pendapatan, tapi untuk tujuan spekulasi dipengaruhi oleh tingkat bunga.  Sehingga fungsi Liquidity Preference digambarkan sebagai berikut :

 

Md   =  Md(r, Y)

Di mana

Md      = total permintaan uang

r           = tingkat bunga

Y         = pendapatan

2. Teori permintaan uang dalam Islam

            Uang dalam ekonomi islam bukanlah modal. Uang adalah barang publik. Jadi semua orang berhak memiliki uang yang berlaku disuatu negara. Teori permintaan uang dalam ekonomi islam dapat dijelaskan dengan tiga mazhab berikut:

a. Teori permintaan uang menurut mazhab iqtishaduna

            Permintaan uang hanya ditujukan untuk dua tujuan pokok, yaitu transaksi dan berjaga-jaga atau investasi.

Md= Md trans+ Md pres

            Permintaan uang untuk transaksi merupakanfubgsi dari tingkat pendapatan yang dimiliki oleh seseorang. Dimana semakin tinghi tingkat pendapat seseorang maka permintaan uang untuk memfasilitasi transaksi barang dan jasa juga akan meningkat.

b. Permintaan uang menurut mazhab mainstream

            Menurut mazhab ini permintaan uang digolongkan menjadi dua yaitu permintaan uanv untuk transaksi dan permintaan uang untuk berjaga-jaga. Landasan filosofis dari teori dasar ini adalah, bahwa Islam mengarahkan sumber-sumber daya yang ada untuk alokasi secara maksimum dan efisien.

Md= Md trans+ Md pres

Md= f (Y/   )

Dimana:

Md: permintaan uang dalam masyarakat

Y: pendapatan

  : tingkat biaya karena penyimpanan uang dalam bentuk kas

c. Permintaan uang menurut mazhab alternatif

            Permintaan uang untuk mazhab ini sangat erat kaitannya dengan konsep endogenous uang dalam islam. Teori endogenois dalam islam secara sederhana dapat diartikan sebagai keberadaan uang pada hakikatnya adalah representasi dari volume transaksi yang ada dalam sektor riil. Teori inilah yang kemudian menjembatani dan tidak mendikotomikan antara pertumbuhan uang di sektor moneter dan pertumbuhan nilai tambah uang di sektor riil.

            Islam menganggap bahwa perubahan  nilai tambah ekonomi tidak didasarkan pada perubahan waktu. Nilai tambah uang terjadi apabila ada pemanfaatan secara ekonpmis selama uang tersebut digunakan.

            Menurut ( Choudhuri, 1997) permintaan uang adalah representasi dari keseluruhan kebutuhan transaksi dalam sektor riil. Semakin tinggi kapasitas dan volume sektor riil, maka permintaan uang akan meningkat.

Md= f ( rb, y, P, S, X, Y)

Dimana:

rb: rasio bagi hasil

y: pendapatan riil

P: tingkat harga atau inflasi

S: total pengeluaran nasional

X: variabel sosio ekonomi

Y: kebijakan pemerintah

            D. Hubungan Sektor Riil dan Sektor Moneter dalam Perspektif                        Islam

            Pendikotomian antara sektor moneter dan sektor Riil memang bukan lagi menjadi isu hangat saat ini, karena hal ini telah terjadi secara tidak disadari oleh banyak kalangan. Bahkan beberapa pakar ekonomi konvensional telah mengakui bahwa antara sektor moneter dan sektor riil tidak ada keterkaitan antara keduanya. Nopirin (1984) disebutkan bahwa golongan klasik konvensional telah percaya bahwa arus uang (moneter) tidak memiliki hubungan dengan sektor Riil. Artinya penambahan uang beredar hanya akan meningkatkan harga saja, tanpa mempengaruhi jumlah transaksi riil. Jadi, menurut pemahaman klasik konvensional tak ada hubungan antara sektor riil dengan sektor moneter, antara keduanya berjalan secara sendiri-sendiri.     

            Sedang menurut Golongan Neo-Klasik yang lebih dikenal dengan golongan monetaris memiliki pandangan yang berbeda dengan pendahulu mereka. Golongan Monetaris berpandangan bahwa antara sector riil dan sector moneter ada keterkaitan antara keduanya selama keadaan ekonomi belum mencapai full employment. Golongan keynessian Konvensional pun memiliki pandangan yang berbeda, mereka percaya bahwa arus uang (moneter) memiliki pengaruh terhadap sector Riil. Golongan ini merumuskan bahwa Keterkaitan antara kedua sector tersebut di hubungkan oleh variabel bunga. Lantas lahir sebuah teori ekonomi keseimbangan umum (general equilibrium), dimana bunga yang menjadi variabel inti dalam menentukan keseimbangan antara sector riil dan moneter .Dalam ekonomi Islam tidak di kenal adanya pendikotomian antara sector Moneter dan sector Riil. Sebagaimana dalam teori endegeus money, kebijakan moneter hanyalah representasi dari sector riil (Chouwdury,1986). Sector Moneter dalam definisi ekonomi islam diartikan sebagai mekanisme pembiayaan transaksi atau produksi di pasar Riil. Jadi, perekonomian Islam adalah perekonomian yang berbasis pada sector Riil, Khususnya perdagangan.

            Oleh karenanya, sector moneter dan sector Riil saling berkaitan dan berhubungan. Penghapusan bunga disatu sisi dan penerapan loss profit sharing (LPS) disisi lain merupakan built in system yang akan menghubungkan kedua sector ini. Return on investment (ROI) disektor moneter merupakan representasi dari ROI di sector riil . Hal ini senada dengan perintah Allah SWT, Sebagaimana firman Allah: “Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan Riba” . Dari ayat tersebut telah tergambar bahwa transaksi jual-beli atau perdagangan merupakan instrument yang ditekankan dalam ekonomi Islam. Artinya perekonomian Islam adalah perekonomian riil. Sementara yang dimaksud dengan sector moneter dalam perekonomian Islam, hanyalah aktivitas yang lebih didominasi oleh kegiatan pengaturan arus kas oleh Negara sebagai penopang sector riil. Dalam ekonomi Kapitalis, bunga merupakan jantung dari sector Moneternya, sedang dalam ekonomi islam, jantung dari sector moneternya adalah sistem bagi-hasil (profit and loss sharing). Dalam konsep ekonomi syari’ah, jumlah uang yang beredar bukanlah variabel yang dapat ditentukan begitu saja oleh pemerintah sebagai variabel eksogen. Dalam ekonomi syari’ah, jumlah uang yang beredar ditentukan dalam perekonomian sebagai variabel endogen, yakni ditentukan oleh banyaknya permintaan akan uang di sektor riil. Atau dengan kata lain, jumlah uang yang beredar sama banyaknya dengan nilai barang dan jasa dalam perekonomian. Kebijakan Moneter dalam Islam akan sangat menentukan hubungan antara sector riil dan sector Moneter, agar keduanya saling beriringan dan saling menopang sebuah perekonomian. Dalam sistem moneter konvensional, instrument moneter merupakan alat kebijakan moneter, yang pada dasarnya ditujukan untuk mengatur uang beredar di masyarakat. instrument bunga yang dijadikan sebagai pengendali preferensi jumlah uang yang beredar di pasar keuangan. Ekonomi Islam tidak mengenal istilah Bunga (riba) dalam setiap kebijakannya. Oleh karena itu, dalam kebijakan moneter pun bunga akan absen.

            Umar Chapra (1985) mengungkapkan tiga sasaran utama dari kebijakan moneter yang ada dalam sistem ekonomi Islam.

1. Tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi (full employment and economic growth)

2. Keadilan sosio-ekonomi dan ditribusi pendapatan kekayaan yang merata (socio- economic justice andequtable distributin income and wealth)

3. Stabilitas nilai uang (stability in the value of money)

            Fokus dari arah kebijakan moneter Islam lebih tertuju pada pemeliharaan stabilitas perputaran sumber daya ekonomi. Sederhananya, para regulator harus memastikan ketersediaan produk-produk keuangan untuk menyerap potensi-potensi Investasi masyarakat. Arah dari kebijakan moneter Islam adalah sebagai pelengkap dan penyempurna sistem ekonomi Islam yang berbasis pada perdagangan atau produksi (riil). Aktivitas yang tinggi di bidang perdagangan dan produksi nantinya akan meningkatkan jumlah uang yang beredar. Dengan inilah antara sector riil dan moneter saling berkaitan dan berbanding lurus.Aplikasi dari penerapan kebijakan moneter Islam temporer memang masih hanya sebatas isu-isu para akademisi.

            Menurut Ali Sakti (2007) sulitnya penerapan moneter Islam, disebabkan: pertama, sector moneter islam memang masih belum berkembang, atau dengan kata lain sector keuangan Islam masih belum pada tingkat signifikan dan sector keuangan nasional. Kedua, dikarenakan perkembangan keuangan Islam yang masih ada pada tahap awal, maka para pakar keuangan Islam masih terus mengembangkannya. Keuangan Islam pada hakikatnya merupakan gambaran dari aktivitas ekonomi sector riil. Keuangan Islam akan menggambarkan aktivitas ekonomi riil yang menggunakan berbagai jenis transaksi seperti perdagangan dan investasi serta jasa-jasa keuangan. Terlihat bahwa dalam dual economic System , keuangan Islam menjadi penguat aktivitas sector riil yang mengimbangi sector moneter. Sedang sector social economi yang di aplikasikan melalui Zakat, Infak, Shadaqah, dan Waqaf akan semangkin menjadi penguat struktur perekonomian riil. Bentuk instrument moneter Islam berisi berbagai kebijakan-kebijakan yang akan memperlancar arus uang ke sector riil atau dengan kata lain akan menekan uang beredar yang menganggur untuk masuk kesektor riil. Namun perlu disadari juga bahwa penerapan dual economic system dalam sistem keuangan dapat saja terjadi fenomena dilematis atau trade off antara keuangan Islam dan keuangan konvensional terutama ketika porsi keuangan Islam masih sedikit. Sebagai contoh adalah ketika bank central menaikan suku bunga diatas tingkat bagi hasil di perbankan syariah. Hal ini akan membuat kontraksi yang cukup berarti di sisi penghimpunan bank syariah jika para nasabah masih sensitive terhadap kenaikan tingkat suku bunga.

1. Perubahan pada Money Demand for Speculation

            Dalam teori endogenous islam, perkembangan sektor moneter hanyalah representasi dari perubahan-perubahan disektor riil. Dalam Islam permimtaan uang diarahkan untuk transaksi dan investasi yang bersifat produktif. Motif spekulasi dalam permintaan uang akan  menyebabkan terjadinya mis-alokasi dan inefisiensi permintaan uang kepada kegiatan bisnis yang tidak membawa nilai tambah dalam sektor riil.

            Permintaan uang untuk motif spekulasi terjadi karena ada sebagian orang yang melakukan pinjam-meminjamkan uang dengan bunga. Pergerakkan money demand yang dipengaruhi oleh motif spekulasi tidak akan menyebabkan pertambagan pendapatan riil masyarakat. Asumsi yang digunakan dalam menerangkan peranan permintaan uang untuk motif spekulasi dalam ekonomi Islam meliputi: 

- Pemerintah selalu menjaga nilai tukar uang

- Pemerintah mencegah dan melarang perdagangan uang

- Pemerintah mencegah dan melarang peredaran uang palsu

2. Pemberlakuan kebijakan Ms yang Ekspansif

3. Money Illusion

            Money illusion merujuk pada pilihan yang dilakukan untuk mengubah permintaan arau penawaran dari barang dan jasa yang terkait dengan respon dari perubahan keadaan yang timbul padahal faktor-faktor riil yang mempengaruhi permintaan atau penawaran tersebut tidak berubah sama sekali. Money illusion ini pertama kali diungkapkan oleh Irving Fisher pada tahun 1928, dimana menurutnya money illusion adalah kegagalan untuk melihat suatu mata uang atau unit moneter yang berkembang atau menyusut harganya.

BAB II

PENUTUP

KESIMPULAN

            Bunga sesungguhnya merupakan permasalahan yang mengakibatkan ketidakstabilan perekonomian, karena jelas dalam Al-qur’an bahwa riba itu sangat dilarang atau haram. Hikmah dari pelarangan riba iniadalah agar terjadi hubungan patnership antara pemilik modal dan usaha secara adil.

            Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatukebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yangtinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neracapembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman Azwar.Ekonomi Makro Islami, Raja Gratindo                                                 Persada,Jakarta. 2008

blogspot.co.id/2013/11/kebijakan-moneter-dalam-ekonomi-islam.html-                              accsess on Nov 24



                [1]blogspot.co.id/2013/11/kebijakan-moneter-dalam-ekonomi-islam.html
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar