BAB
I
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Inflasi
Inflasi adalah penambahan uang pada peredarannya
sehingga melampaui dari jaminan, kemerosotan nilai mata uang (kertas) karena
terlalu banyak beredar dan menyebabkan melambungnya harga.[1]
Menurut Sudarsono dan Edilius dalam Kamus Ekonomi
Uang dan Bank (1994), mengemukakan inflasi/Inflation
adalah suatu keadaan dimana harga-harga barang pada umumnya mengalami
kenaikan yang terutama disebabkan karena penawaran akan uang jauh melebihi
permintaan akan uang.[2]
Sedangkan menurut
penulis sendiri inflasi adalah suatu
keadaan dimana harga barang-barang secara umum mengalami kenaikan nilai dari
waktu-waktu sebelumnya dan berlaku dimana-mana dan dalam rentang waktu yag
cukup lama. Dapat disebut inflasi jika
ada tiga faktor yaitu :
1. Kenaikan Hargam
2. Bersifat Umum
3. Berlangsung Terus Menerus.
Kenaikan
Harga
Harga barang dapat dikatakan naik jika harganya
menjadi tinggi dari harga sebelumnya. Contohnya harga BBM Rp.8000/ltr pada
minggu lalu, sedangkan pada minggu ini hargan BBM menjadi Rp.10000/ltrl lebih
mahal dari minggu lalu.
Sifatnya
Umum
Kenaikan harga suatu barang tidak dapat
dikatakan inflasi apabila naiknya harga barang tersebut tidak menyebabkan
harga-harga secara umum.
Contohnya jika harba BBM naik maka ongkos
angkutan umum, bahan-bahan pokok menjadi naik, ini baru bisa disebut inflasi.
Berlangsung
terus-menerus
Naiknya harga suatu barang tidak dapat
dikatakan inflasi jika naiknya harga barang tersebut terjadi hanya sesaat,
dapat disebut inflasi apabila terjadi dalam rentang waktu minimal bulanan.
Ada beberapa faktor masalah sosial yang muncul
dari inflasi yaitu :
1. Menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat
2. Memburuknya distribusi pendapatan
3. Terganggunya stabilitas ekonomi.
B.
Penggolongan Inflasi
- Inflasi Ringan (Di bawah 10% setahun)
- Inflasi Sedang
- Inflasi Berat ( antara 50-100% setahun)
- Hiper Inflasi (di atas 100% setahun)
Laju inflasi dapat berbeda antara satu Negara dengan Negara
lainnya atau dalam satu Negara dalam waktu yang berbeda. Atas dasar besarnya
laju inflasi maka Inflasi dapat di bagi ke dalam tiga kategori yaitu :
- Inflasi merayap (creeping Inflation)
Di tandai dengan laju inflasi yang rendah (kurang dari 10%
pertahun). Kenaikan harga berjalan secara lambat, dengan persentase yang kecil
serta dalam jangka yang relatif lama.
- Inflasi Menengah (galloping Inflation)
Ditandai dengan laju inflasi yang cukup besar dalam waktu
yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi (harga dalam waktu
mingguan atau bulanan) efeknya terhadap perekonomian lebih besar daripada
inflasi yang merayap (creeping inflation)
- Inflasi tinggi (Hyper inflation)
Merupakan inflasi yang paling parah akibatnya harga-harga
naik sampai 5 atau 6 kali lipat. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk
menyimpan uang sebab nilai uang merosot dengan tajam sehingga perputaran uang
semakin cepat dan harga naik secara akselerasi. Biasanya keadaan ini timbul
apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja yang dibelanjakan dan
ditutupi dengan mencetak uang.
2. Berdasarkan Sebab musabab awal dari Inflasi
- Demand Inflation, karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat
- Cost Inflation, karena kenaikan biaya produksi
a.
a. Inflasi permintaan (Demand Inflasi), yang timbul karena permintaan
masyarakat akan berbagai barang bertambah terlalu kuat akibat tingkat harga
umum naik (misalnya karena bertambahnya pengeluaran perusahaan).
b. Inflasi biaya (cost-Push inflation), Inflasi jenis ini timbul karena kenaikan ongkos produksi.
Inflasi ini dikenal dengan istilah cost-push inflation atau supply inflation.
Untuk lebih jelasnya simak baik-baik kurva di atas. Apabila ongkos produksi ini
misalnya disebabkan kenaikan harga alat-alat produksi yang didatangkan dari
luar negeri atau kenaikan bahan mentah maupun bahanbaku.
c. inflasi campuran, Kedua mmacam inflasi yang telah dijelaskan di atas jarang sekali di jumpai dalam praktik sehari-hari. Pada umumnya, inflasi yang terjadi di berbagai negara merupakan campuran dari kedua macam inflasi tersebut. Inflasi campuran merupakan campuran antara inflasi permintaan (demand-pull inflation) dan inflasi biaya (cost-push inflation).
c. inflasi campuran, Kedua mmacam inflasi yang telah dijelaskan di atas jarang sekali di jumpai dalam praktik sehari-hari. Pada umumnya, inflasi yang terjadi di berbagai negara merupakan campuran dari kedua macam inflasi tersebut. Inflasi campuran merupakan campuran antara inflasi permintaan (demand-pull inflation) dan inflasi biaya (cost-push inflation).
3. Berdasar asal dari inflasi
- Domestic Inflation, Inflasi yang berasal dari dalam negeri
Domestic
Inflation (inflasi domestik) adalah inflasi yang berasal
dari dalam negeri (domestik). Kenaikan harga disebabkan karena adanya perilaku
masyarakat maupun perilaku pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan.
Kenaikan harga-harga tejadi secara absolut yang berdampak terjadinya inflasi
atau semakin meningkatnya angka (laju) inflasi.
- Imported Inflation, Inflasi yang berasal dari luar negeri
Imported
Inflation adalah inflasi yang terjadi di dalam negeri
karena adanya pengaruh kenaikan harga dari luar negeri. Kenaikan harga di dalam
negeri terjadi karena dipengaruhi oleh kenaikan harga dari luar negeri terutama
barang-barang impor atau kenaikan bahan baku industri yang masih belum dapat
diproduksi di dalam negeri. Kenaikan Indeks Harga Luar Negeri (IHLN) akan
mengakibatkan kenaikan pada Indeks Harga Umum (IHU) dan Indeks Harga Dalam
Negeri (IHDN) yang secara otomatis ikut mempengaruhi laju pertumbuhan inflasi
di dalam negeri.
C. Faktor-faktor
Penyebab Timbulnya Inflasi
1. Jumlah uang beredar
Menurut sudut pandang kaum moneteris jumlah uang beredar
adalah faktor utama yang di tuding sebagai penyebab timbulnya inflasi di setiap
Negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia . Di Indonesia jumlah uang
beredar ini lebih banyak diterjemahkan dalam konsep narrow money (MI). Hal ini
terjadi karena masih adanya tanggapan, bahwa uang dikuasai hanya merupakan
bagian dari likuiditasi perbankan. Sejak tahun 1976 presentase uang kuartal
yang beredar (48,7%) lebih kecil daripada presentase jumlah uang giral yang
beredar (51,3%).sehingga mengindikasikan bahwa telah terjadi proses modernisasi
di sektor moneter Indonesia juga mengindikasikan bahwa semakin sulitnya proses
pengendalian jumlah uang beredar di Indonesia, dan semakin meluasnya
moneterisasi dalam kegiatan perekonomian subsisten, akibatnya memberikan
kecenderungan meningkatnya laju inflasi. Menurut data yang dihimpun dalam
Laporan Bank Dunia menunjukan laju pertumbuhan rata-rata jumlah uang beredar di
Indonesia pada periode tahun
1980-1992 relatif tinggi jika dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN lainnya
(kecuali Filipina).kenaikan jumlah uang beredar di Indonesia pada tahun 1970-an sampai
awal tahun 1980-an lebih disebabkan oleh pertumbuhan kredit likuiditas dan
defisit anggaran belanja pemerintah. Pertumbuhan ini dapat merupakan efek
langsung dari kebijakan Bank Indonesia
dalam sector keuangan (terutama dalam hal penurunan reserve requirement)
2. Defisit Anggaran Belanja Pemerintah
Seperti halnya yang umum terjadi pada Negara berkembang,
anggaran belanja pemerintah Indonesia
pun sebenarnya mengalami defisit, meskipun Indonesia menganut prinsip anggaran
berimbang. Defisitnya anggaran belanja ini banyak sekali disebabkan oleh
hal-hal yang menyangkut keterangan struktural ekonomi Indonesia , yang
acap kali menimbulkan kesenjangan antara kemauan dan kemampuan untuk membangun.
Selama pemerintahan Orde lama defisit anggaran belanja ini acapkali di biaya
dari dalam negeri dengan cara melakukan pencetakan uang baru, mengingat
orientasi kebijaksanaan pembangunan ekonomi yang inward looking policy,
sehingga menyebabkan tekanan inflasi yang hebat, tetapi sejak era Orde Baru,
defisit anggaran belanja ini di tutup dengan pinjaman luar negeri yang
nampaknya relatif aman terhadap tekanan inflasi.
Dalam era pemerintahan Orde baru, kebutuhan terhadap
percepatan pertumbuhan ekonomi yang telah dicanangkan sejak Pembangunan Jangka
Panjang, menyebabkan kebutuhan dana untuk melakukan pembangunan sangat besar.
Dengan mengingat bahwa potensi mobilisasi dana pembangunan dari masyarakat
(baik dari sektor tabungan masyarakat maupun pendapatan pajak) di dalam negeri
pada saat itu yang sangat terbatas (belum berkembang), juga kemampuan sector
swasta yang terbatas dalam melakukan pembangunan, menyebabkan pemerintah harus
berperan sebagai motor pembangunan. Hal ini menyebabkan pos pengeluaran APBN
menjadi lebih besar daripada penerimaan rutin. Artinya, peran pengeluaran
pemerintah dalam investasi tidak dapat di imbangi dengan penerimaan, sehingga
menimbulkan kesenjangan antara pengeluaran dan penerimaan Negara, atau dapat
dikatakan telah defisit struktural dalam keuangan Negara.
Pada saat terjadinya oil booming, era tahun 70-an,
pendapatan pemerintah di sector migas meningkat pesat, sehingga jumlah uang
primer pun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan kemampuan pemerintah untuk
berekspansi investasi di dalam negeri semakin meningkat. Dengan kondisi tingkat
pertumbuhan produksi domestic yang relatif lebih lamban akibat kapasitas
produksi nasional yang masih berada dalam keadaan under-employment, peningkatan
permintaan (investasi) pemerintah menyebabkan terjadi relokasi sumberdaya dari
masyarakat ke pemerintah, seperti yang terkonsep dalam analisis Keynes tentang
inflasi. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya tekanan inflasi. Tetapi, sejak
berubahnya orientasi ekspor Indonesia ke komoditi non migas, sejalan dengan
merosotnya harga minyak bumi di pasar ekspor (sejak 1982), menyebabkan
kemampuan pemerinntah untuk membiayai pembangunan nasional semakin berkurang
pula, sehingga pemerintah tidak dapat lagi mempertahankan posisinya sebagai
penggerak (motor) pembangunan. Dengan kondisi seperti ini, menyebabkan secara
bertahap peran sebagai penggerak utama pembangunan nasional, dengan demikian
sumber tekanan inflasi pun beralih dari pemerintah ke non pemerintah (swasta).
Tekanan inflasi pada periode ini lebih di sebabkan oleh meningkatnya tingkat
agresifitas sektor swasta dalam melakukan ekspansi usaha, yang didukung oleh
perkembangan sektor perbankan yang semakin ekspansif pula. Dengan kondisi
sumberdaya modal domestic yang masih saja relatif terbatas, maka pinjaman luar
negeri yang sifatnya komersial maupun non komersial pun semakin meningkat.
Peran pemerintah ini dapat dimaklumi karena kemampuan swasta nasional dalam
pembangunan infrastruktur ekonomi masih sangat terbatas.
Penyebab Inflasi, dapat dibagi menjadi :
1.
Demand
Side Inflation, yaitu disebabkan
oleh kenaikan permintaan agregat yang melebihi kenaikan penawaran agregat
2.
Supply
Side Inflation, yaitu disebabkan
oleh kenaikan penawaran agregat yang melebihi permintaan agregat
3.
Demand
Supply Inflation, yaiti inflasi
yang disebabkan oleh kombinasi antara kenaikan permintaan agregat yang kemudian
diikuti oleh kenaikan penawaran agregat,sehingga harga menjadi meningkat lebih
tinggi
4.
Supressed
Inflation atau Inflasi yang ditutup-tutupi, yaitu inflasi yang pada suatu waktu akan timbul dan
menunjukkan dirinya karena harga-harga resmi semakin tidak relevan dalam
kenyataan.
D. Efek Yang Ditimbulkan Dari Inflasi
Kenaikan
harga-harga yang tinggi dan terus-menerus bukan saja menimbulkan beberapa efek
buruk keatas kegiatan ekonomi, tetapi juga kepada kemakmuran individu dan
masyarakat.
Inflasi
yang tinggi tingkatanya tidak akan menggalakan perkembangan ekonomi. Biaya yang
terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan.
Maka pemilik modal biasanya lebih suka
menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Antara lain tujuan ini dicapai dengan membeli
harta-harta tetap seperti tanah, rumah dan bangunan.
Oleh
karena itu, pengusaha lebih suka menjalankan kegiatan investasi yang bersifat
seperti ini, investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi
menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan wujud.
Kenaikan
harga-harga menimbulkan efek yang buruk pula ke atas perdagangan. Kenaikan
harga menyebabkan barang-barang ini
tidak dapat bersaing di pasaran internasional. Maka ekspor akan menurun.
Sebaliknya, harga-harga produksi dalam negeri yang semakin tinggi sebagai
akibat inflasi menyebabkan barang-barang impor menjadi relatif rendah.
Maka
lebih banyak impor akan dilakukan. Ekspor yang menurun dan diikutipula oleh
impor yang bertambah menyebabkan ketidak
seimbangan dalam aliran mata uang asing. Kedudukan neraca pembayaran akan
memburuk.[3]
Adapun
efek dari inflasi antara lain :
1. Efek terhadap pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang
dirugikan tetapi ada pula yang di untungkan dengan adanya Inflasi. Seseorang
yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Misalnya
seorang yang memperoleh pendapatan tetap Rp. 500.000,00 per tahun sedang laju
inflasi sebesar 10%, akan menderita kerugian penurunan pendapatan riil sebesar
laju inflasi tersebut, yakni Rp.50.000,00
2. Efek terhadap efisiensi (Efficiency Effect)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor
produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai
macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi
beberapa barang tertentu sehingga mengakibatkan alokasi faktor produksi menjadi
tidak efisien.
3. Efek terhadap Output (Output Effect)
Dalam menganalisa kedua efek diatas (Equity dan Efficiency
Effect) digunakan suatu anggapan bahwa output tetap. Hal ini dilakukan supaya
dapat diketahui efek inflasi terhadap distribusi pendapatan dan efisiensi dari
jumlah output tertentu tersebut.
4. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi.
Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakan
perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan
produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka
menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Antara lain tujuan ini dicapai
dengan pembeli harta-harta tetap setiap tanah, rumah dan bangunan. Oleh karena
pengusaha lebih suka menjalankan kegiatan investasi yang bersifat seperti ini,
investasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi menurun.
Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan terwujud.
5. Inflasi dan Kemakmuran masyarakat.
Disamping menimbulkan efek buruk di atas kegiatan ekonomi
Negara, inflasi juga akan menimbulkan efek-efek berikut kepada individu
masyarakat :
a. Inflasi akan menimbulkan pendapatan riil orang-orang
yang berpendapatan tetap.
b. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk
uang.
c. Memperburuk pembagian kekayaan.
E. Cara Mencegah Inflasi
1. Kebijakan Moneter
Kebijakan ini adalah kebijakan yang berasal dari
bank sentral dalam mengatur jumlah uang yang beredar melalui
instrument-instrumen moneter yang dimiliki oleh bank sentral. Melalui
instrument ini diharapkan peredaran uang dapat diatur dan inflasi dapat di
kendalikan sesuai dengan yang telah ditargetkan sebelumnya. Terdapat tiga
kebijakan yang dapat di tempuh bank sentral dalam mengatur inflasi :
a.
Kebijakan Diskonto.
Kebijakan diskonto (discount policy)
adalah kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi peredaran uanng dengan jalan
menaikkan dan menurunkan tingkat bunga. Kaitannya dengan bank syari'ah yaitu
dengan jalan menaikkan dan menurunkan tingkat nisbah bagi hasil.
b. Operasi
Pasar Terbuka.
Yaitu dengan jalan membeli dan menjual surat-surat
berharga.
c.
Kebijakan Persediaan Kas (cash ratio policy).
Yaitu kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi
peredaran uang dengan jalan menaikkan dan menurunkan presentasi persediaan kas
dari bank.
2. kebijaksanaan Fiskal
Kebijaksanaan fiskal menyangkut pengaturan tentang
pengeluaran pemerintah serrta perpajakan yang secara langsung dapat
mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian akan mempengaruhi harga.
Inflasi dapat dicegah melalui penurunan permintaan total. Kebijakan fiskal yang
berupa pengurangan pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat
mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
3. Kebijaksanaan yang berkaitan dengan Output.
Kenaikan Output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan
jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijaksanaan penurunan bea
masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang
didalam negeri cenderung menurunkan harga.
4. kebijaksanaan Penentuan Harga dan Indexing.
Ini dilakukan dengan penentuam ceiling harga, serta
mendasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji ataupun upah (dengan demikian
gaji/upah secara riil tetap). Kalau indeks harga naik maka gaji/upah juga
dinaikan.
5. Kebijakan Lain
- Peningkatan Produksi.
Meski jumlah uang beredar bertambah jika di
iringi dengan peningkatan produksi, maka tidak akan menyebabkan inflasi. Bahkan
hal ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan ekonomi.
- Kebijakan Upah.
Inflasi dapat diatasi dengan menurunkan
pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income) masyarakat.
- Pengawasan Harga.
Kecenderungan dinaikkannya harga oleh pengusaha
dapat diatasi dengan adanya pengawasan harga pasar.
6. Perbaikan Prilaku Masyarakat
Dalam mengatasi inflasi, selain
kebijakan-kebijakan di atas perlu adanya perbaikan prilaku
masyarakat. Sesungguhnya stabilitas nilai mata uang tidak didasarkan
kepada zat mata uang, sehingga berefek pada tindakan revolusioner yang mengubah
seluruh zat mata uang dari kertas ke logam mulia emas dan perak, melainkan
dengan perbaikan perilaku ekonomi manusia yang berada di sekitar mata uang
tersebut.
Ciri kerusakan mata uang dînâr-dirham dan
mata uang kertas adalah sama, yakni sama-sama diakibatkan oleh perilaku ekonomi
yang destruktif. Mata uang dînâr-dirham pernah rusak karena penimbunan
dan pemalsuan, sedangkan mata uang kertas pernah rusak karena pembungaan dan
spekulasi. Krisis moneter di akhir tahun sembilan puluhan dan krisis global
yang terjadi baru-baru ini, bersumber dari pembungaan dan spekulasi tersebut.
Sedangkan menurut M. Hatta[2] setidaknya ada tujuh kebijakan moneter
Islam yang dapat mengendalikan inflasi baik secara langsung maupun tidak
langsung, yaitu: Dinar dan dirham sebagai mata uang, hukum jual beli mata uang
asing, hukum pertukaran mata uang, hukum bunga, hukum pasar modal, hukum
perbankan, hukum pertukaran internasional, dan otoritas kebijakan moneter
F. Cara
Mengatasi Inflasi
Untuk mengatasi
terjadinya Inflasi, bisa dilakukan kebijakan uang ketat meliputi :
1. Peningkatan
tingkat suku bunga
2. Penjualan surat berharga
3. Peningkatan
cadangan Kas
4. Pengetatan
pemberian kredit
Dalam pemulihan
makro ekonomi, tim ekonomi pemerintah harus mampu menciptakan kestabilan makro ekonomi,
dengan menekan inflation rate menjadi single digit, sekitar 8%. Makro ekonomi
yang menyangkut tiga komponen yaitu interest rate, inflation rate dan exchange
rate, yang semuanya saling tergantung dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Di sisi lain, dengan diturunkannya BI rate, hal tersebut berpengaruh pada
turunnya suku bunga perbankan dan akan mendorong investor menanamkan investasi
lebih banyak. Aktivitas perekonomian terus berputar. Dengan demikian akan mampu
menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar secara bertahap, sehingga
pendapatan masyarakat akan ikut naik. Dalam rangka menungkatkan iklim investasi
secara nasional guna menanggulangi dan meningkatkan di sektor riil.
G. Cara Menghitung laju inflasi
Untuk Menghitung laju inflasi dapat
digunakan indeks harga, sebagai berikut.
Laju Inflasi = X 100%
Keterangan:
IHt = Indeks Harga tahun
tertentu (dihitung)
IHt–1 = Indeks Harga tahun sebelumnya
Contoh :
Diketahui :
Indeks Harga Konsumen bulan Maret 2005 =
150,65
Indeks Harga Konsumen bulan Februari 2005
= 145,15
Besarnya laju inflasi bulan Maret 2005
adalah:
Laju Inflasi = 150,65
– 145,15 x 100%
= 145,15
= 3,79%
(Termasuk inflasi ringan)
Indeks Harga
1. Pengertian Indeks Harga (Price Index)
Untuk menghitung besar laju inflasi, sebelumnya kita harus
mengetahui dulu besarnya Indeks Harga, yaitu perbandingan perubahan harga tahun
tertentu (given year) dengan tahun dasar (based year). Indeks harga biasa
digunakan untuk mengetahui ukuran perubahan variabel-variabel ekonomi sebagai
barometer keadaan perekonomian, memberi gambaran yang tepat mengenai
kecenderungan perdagangan dan kemakmuran. Beberapa macam indeks harga adalah
sebagai berikut.
a. Indeks
harga konsumen (IHK) adalah angka yang menggambarkan perbandingan perubahan
harga barang dan jasa yang dihitung dianggap mewakili belanja konsumen,
kelompok barang yang dihitung bisa berubah-ubah disesuaikan dengan pola
konsimsi aktual masyarakat.
b. Indeks harga
produsen (IHP) adalah perbandingan perubahan barang dan jasa yang dibeli oleh
produsen pada waktu tertentu, yang dibeli oleh produsen meliputi bahan mentah
dan bahan setengah jadi. Perbedaannya dengan IHK adalah kalau IHP mengukur
tingkat harga pada awal sistem distribusi, IHK mengukur harga langsung yang
dibayar oleh konsumen pada tingkat harga eceran. Indeks harga produsen biasa
disebut juga indeks harga grosir (wholesale price index).
c. Indeks
harga yang harus dibayar dan diterima oleh petani. Indeks harga barang-barang
yang dibayar oleh petani baik untuk biaya hidup maupun untuk biaya proses
produksi, apabila dalam menghitung indeks dimasukkan unsur jumlah biaya
hipotek, pajak, upah pekerja yang dibayar oleh petani, indeks yang diperoleh
disebut indeks paritas. Rasio antara indeks harga yang harus dibayar oleh
petani dengan indeks paritas dalam waktu tertentu disebut rasio paritas (parity
ratio).
2. Ciri-ciri Indeks Harga
Indeks harga mempunyai ciri-ciri di
antaranya adalah sebagai berikut :
a. Indeks
harga sebagai standar sebagai perbandingan harga dari waktu ke waktu.
b. Penetapan
indeks harga didasarkan pada data yang relevan.
c. Indeks harga ditetapkan oleh sampel, bukan
populasi.
d. Indeks
harga dihitung berdasarkan waktu yang kondisi ekonominya stabil.
e. Penghitungan
indeks harga menggunakan metode yang sesuai dan tepat.
f. Penghitungan
indeks harga dilakukan dengan cara membagi harga tahun yang akan dihitung
indeksnya dengan harga tahun dasar dikali 100.
3. Metode penghitungan Indeks Harga
a. Metode
penghitungan indeks harga tidak tertimbang Penghitungan indeks harga tidak
tertimbang ada dua macam, yaitu indeks harga tidak tertimbang sederhana
(komoditi tunggal) hanya satu barang dan indeks harga tidak tertimbang dengan
banyak komoditi (gabungan).
Ø Rumus indeks
harga tidak tertimbang sederhana:
|
Ø Rumus indeks
harga tidak tertimbang gabungan:
|
Pn = harga pada tahun tertentu
(ke–n)
Po = harga pada tahun dasar
b. Metode
penghitungan indeks harga yang banyak digunakan Metode enghitungan indeks harga
yang sering digunakan dalam menghitung inflasi adalah metode tertimbang, yaitu:
Ø Metode
Laspeyres
|
Metode Laspeyres adalah metode
penghitungan angka indeks yang ditimbang dengan menggunakan faktor penimbang
kuantitas pada tahun dasar (Qo) dengan rumus IH Laspeyres.
Ø Metode Paasche
Metode penghitungan angka indeks yang
ditimbang dengan menggunakan faktor penimbang kuantitas barang pada tahun yang
dihitung angka indeksnya. (Qn = Kuantitas tahun tertentu) Rumusnya sebagai
berikut.
|
Keterangan:
IL = Indeks Harga Laspeyres
IP = Indeks Harga Paasche
Po = Harga tahun dasar
Pn = Harga tahun n (tertentu)
Qo = Kuantitas tahun dasar
Qn = Kuantitas tahun tertentu
H. Peran Bank Sentral
Bank sentral
memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu
negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang
wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam
artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank
sentral -termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi
menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen -- salah satunya
disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter
untuk mendorong perekonomian -- akan mendorong tingkat inflasi yang lebih
tinggi.
Bank sentral
umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai
instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban
mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena
nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat
inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak
diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia .
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun simpulan dari penjelasan mengenai Inflasi tersebut di atas
adalah :
1. inflasi
merupakan suatu gejala dimana banyak terjadi kenaikan harga barang yang terjadi
secara sengaja ataupun secara alami yang terjadi tidak hanya di suatu tempat,
melainkan diseluruh penjuru suatu negara bahkan dunia
2. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya
Inflasi yaitu: Jumlah uang
beredar, defisit anggaran belanja pemerintah
3. Efek yang
ditimbulkan dari Inflasi yaitu: 1
Efek terhadap pendapatan (Equity
Effect), 2 Efek terhadap efisiensi (Efficiency Effect), 3 Efek
terhadap Output (Output Effect), 4 Inflasi dan Perkembanngan
Ekonomi, 5 Inflasi dan Kemakmuran masyarakat.
4.
Cara mencegah Inflasi yaitu:
Kebijakan moneter, kebijaksanaan fiskal, kebijaksanaan yang
berkaitan dengan Output, kebijaksanaan Penentuan Harga dan Indexing,
kebijakan lain, perbaikan prilaku masyarakat.
5. Cara mengatasi
Inflasi
Untuk mengatasi terjadinya Inflasi, bisa
dilakukan kebijakan uang ketat meliputi :
1). Peningkatan tingkat suku bunga.
2). Penjualan surat berharga.
3). Peningkatan cadangan Kas.
4). Pengetatan pemberian kredit.
6. Peranan
Bank Sentral
bank sentral berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar
mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat
bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar